PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Setelah memenuhi standar persyaratan internasional terkait keamanan, efikasi atau keampuhan serta manufaktur, beberapa jenis vaksin COVID-19 yang ada saat ini sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use listing (EUL) dari Organisasi Kesehatan dunia (WHO).
EUL dan emergency use authorization (EUA) memiliki prinsip yang hampir mirip. Bedanya, EUL merupakan mekanisme uji kelayakan dan keamanan suatu obat atau vaksin yang dilakukan WHO.
Sementara EUA, biasanya diberikan oleh regulator obat dari masing-masing negara. Di Indonesia misalnya, EUA akan diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Meski hampir mirip, EUL memiliki peran yang lebih penting. Pasalnya, terdapat isu soal warga yang akan melakukan ibadah haji dan umroh harus divaksinasi dengan vaksin COVID-19 yang terverifikasi WHO.
Beberapa Vaksin yang Lulus Persyaratan EUL
Pfizer-BioNTech
Vaksin Corona Pfizer telah mendapatkan EUL pada 31 Desember 2020 lalu. Ini menjadi jenis vaksin COVID-19 pertama yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari WHO dan bisa didistribusikan ke sejumlah negara.
Pfizer mendapat EUL karena dianggap sudah memenuhi standar WHO. Artinya, vaksin tersebut dinilai cukup aman dan memiliki manfaat yang jauh lebih besar daripada risikonya.
AstraZeneca-Oxford
Vaksin kedua yang mendapat izin penggunaan darurat dari WHO adalah vaksin AstraZeneca, buatan SKBio Korea Selatan dan The Serum Institute India. EUL diberikan pada 15 Februari 2021.
Kedua versi vaksin AstraZeneca itu telah ditinjau SAGE pada 8 Februari 2021 dan direkomendasikan untuk diberikan pada usia 18 tahun ke atas.
“Produk AstraZeneca/Oxford adalah vaksin vektor virus yang disebut ChAdOx1-S [rekombinan]. Itu sedang diproduksi di beberapa lokasi manufaktur, serta di Republik Korea dan India. ChAdOx1-S diketahui memiliki kemanjuran 63,09 persen dan cocok untuk negara berpenghasilan rendah dan menengah karena persyaratan penyimpanan yang mudah,” jelas WHO.
Johnson & Johnson
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan Johnson & Johnson juga telah mendapatkan EUL. Jenis vaksin dosis tunggal ini diklaim memiliki efikasi sebesar 66,3 persen dan 100 persen ampuh mencegah kasus rawat inap dan kematian akibat COVID-19.
Diketahui, vaksin COVID-19 tersebut mendapatkan izin penggunaan darurat atau EUL dari WHO pada 12 Maret 2021 lalu.
Moderna
WHO juga resmi memberikan izin penggunaan darurat atau EUL pada vaksin COVID-19 Moderna. Persetujuan ini diberikan pada 30 April 2021.
Sebelumnya, pada bulan Januari Kelompok Penasihat Strategis Imunisasi (SAGE) WHO telah merekomendasikan vaksin COVID-19 Moderna ini untuk diberikan pada kelompok usia 18 tahun ke atas.
Sinopharm
Sinopharm dari vaksin COVID-19 buatan China pertama yang mendapat EUL dari WHO dan mendapat restu untuk dipakai di seluruh dunia. Izin penggunaan darurat tersebut diberikan WHO pada 7 Mei 2021.
Selain itu, WHO juga merekomendasikan vaksin Sinopharm untuk usia 18 ke atas sebanyak dua dosis, dengan dengan jarak penyuntikan 3-4 minggu. Terkait efektivitasnya, vaksin ini memiliki efikasi sebesar 78 persen dan mulai digunakan di Indonesia untuk program vaksinasi gotong royong.
Sinovac
Baru-baru ini, Sinovac menjadi vaksin COVID-19 besutan China kedua yang mendapatkan EUL setelah Sinopharm. EUL tersebut diberikan WHO pada Selasa (1/6/2021) kemarin.
“WHO hari ini memvalidasi vaksin Sinovac-CoronaVac COVID-19 untuk penggunaan darurat,” kata WHO dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Channel News Asia, Rabu (2/6/2021).
Menurut Kelompok Penasihat Ahli Imunisasi WHO, vaksin tersebut direkomendasi untuk digunakan pada usia 18 ke atas. Vaksin tersebut diberikan sebanyak dua dosis dengan jarak penyuntikan selama 2-4 minggu.
“Hasil kemanjuran vaksin menunjukkan bahwa vaksin mencegah penyakit simtomatik pada 51 persen dari mereka yang divaksinasi dan mencegah COVID-19 yang parah dan rawat inap pada 100 persen dari populasi yang diteliti,” jelas badan tersebut.
Sumber: Detik.com
Discussion about this post