Presiden Jokowi menggulirkan isyarat menyetop ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Penghentian ekspor mineral telah memberikan manfaat nyata berupa tumbuhnya industri smelter. Triliunan investasi mengalir.
PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Pada saatnya nanti ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) harus disetop. Ancang-ancang itu disampaikan Presiden Joko Widodo di depan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), yang beraudiensi di Istana Merdeka Negara, Jakarta, Rabu (13/10/21). CPO, menurut Presiden, harus diolah dulu menjadi produk turunan agar memberikan nilai tambah.
‘’Di suatu titik nanti, setop yang namanya ekspor CPO. Harus menjadi kosmetik, harus jadi mentega, harus jadi biodiesel, dan turunan lainnya,” kata Presiden Jokowi dalam pengarahannya.
Pemerintah, menurut Presiden Jokowi, harus punya keberanian menghentikan ekspor bahan mentah meski ada potensi gugatan ke Organisasi Perdagangan Internasional (WTO). Indonesia harus siap menghadapi segala hambatan dalam proses hilirisasi sumber daya alam.
Oleh karena itulah, Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk menyiapkan pengacara-pengacara berkaliber internasional jika Indonesia digugat karena menghentikan ekspor bahan mentah. “Jadi siapkan saja lawyer kelas-kelas internasional. Inilah proses semuanya kita siapkan. Semua kita integrasikan apa yang kita cita-citakan,” cetusnya.
Selain CPO, Presiden Jokowi pun berniat menghentikan ekspor bauksit mentah. Ia meminta bauksit hasil dalam negeri harus diolah menjadi alumina, atau bahkan sampai ke logam aluminium sebelum diekspor. Bauksit menjadi komoditas yang dilarang pemerintah untuk diekspor, setelah nikel. Ancer-ancernya mulai 2022.
Indonesia telah resmi melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Kebijakan itu sejalan dengan diterbitkannya Permen ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Presiden Jokowi mengatakan, tak akan mundur dari kebijakan menyetop ekspor bahan mentah dan mengupayakan hilirisasi di dalam negeri.
‘’Barang-barang kita, mau diolah di sini, hak kita dong. Ya, kita harus hadapi, jangan begitu digugat kita mundur. Kesempatan itu datang lagi, peluang itu datang lagi. Ini kesempatan mengintegrasikan industri-industri kita di dalam negeri,” paparnya.
Jokowi mengajak berkaca pada peristiwa beberapa waktu lalu, ketika Indonesia kehilangan peluang mendulang nilai tambah perekonomian, ketika pasar dunia mengalami lonjakan kenaikan harga dan permintaan (booming) minyak dan kayu. Saat masih menjadi net exporter, dengan angka produksi lebih besar dari konsumsi, Indonesia bertahun-tahun hanya menjual minyak mentah. Pada saat yang sama, di tahun 1980-an Indonesia juga masih mengekspor kayu gelondongan ke Jepang dan Korea.
“Dulu ada booming minyak, booming kayu dan kita kehilangan kesempatan. (Kali) ini tidak. Minerba harus menjadi fondasi dalam rangka memajukan negara kita Indonesia,” kata Presiden Jokowi.
Kebijakan penghentian ekspor bahan mentah ke pasar dunia itu bukannya tanpa risiko. Penghentian ekspor bijih nikel berbuah gugatan dari Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO). Kebijakan itu dianggap tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan mengakses bahan mentah industri. Hal serupa juga terjadi saat Indonsia menyetop ekspor kayu gelondongan pada akhir 1980-an. Belum lagi banyaknya protes dari pelaku usaha di dalam negeri.
Pembangunan Smelter
Bagi pemerintah, penghentian ekspor bahan mentah mineral adalah perintah UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), yang diperbarui oleh UU nomor 3 tahun 2020. Undang-Undang Minerba itu disepakati ada waktu jeda lima tahun bagi pelaku usaha guna beradaptasi dengan peraturan yang baru. Penghentian ekspor bahan bmntah mineral pun diamanatkan sejak 2014.
Toh, tak mudah merealisasikaanya. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai leading sector, pemerintah terus mendorong hilirisasi mineral itu dengan kemudahan izin investasi, penyediaan infrastruktur termasuk sumber daya pembangkit listrik. Industri pengolahan minerba, terutama pada tahap pemurnian mineral dengan smelter, mengkonsumsi listrik dalam jumlah besar.
Saat memaparkan outlook 2021, awal Januari lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan bahwa hingga 2020 total realisasi pembangunan smelter tercatat baru 19 unit. Jumlah ini terdiri dari 13 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Total investasi pembangunan smelter hingga semester pertama 2020 mencapai USD12,06 miliar.
Pada 2021 ada tambahan empat smelter baru, terdiri dari tiga smelter nikel dan satu smelter timbal dan seng. Jumlah smelter itu akan semakin meningkat di tahun 2022 menjadi 28 unit, seiring adanya proyeksi penambahan 1 smelter nikel, 1 smelter bauksit, 2 smelter besi, dan masing-masing 1 smelter untuk timbal dan seng.
Hingga pada 2024 nanti Indonesia ditargetkan memiliki 53 smelter yang beroperasi. Jumlah tersebut terdiri dari 4 unit smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 2 smelter mangan, dan 2 smelter timbal dan seng. Lebih lanjut, total investasi untuk 53 unit smelter tersebut mencapai USD21,59 miliar. “Percepatan pembangunan smelter menjadi salah satu fokus utama rencana kerja di subsektor minerba tahun 2021,” kata Arifin dalam konferensi pers virtual awal tahun yang digelar Kamis (23/1/2021).
Pembangunan smelter terbaru dilakukan di Gresik Jawa Timur. Tak kurang dari Presiden Jokowi sendiri yang hadir dalam acara ground breaking smelter milik PT Freeport Indonesia itu, Selasa, 12 Oktober 2021. Smelter itu diharapkan bisa beroperasi 2024, dan akan mampu mengolah 1,7 juta konsentrat tembaga. Hasilnya setiap tahun ialah 480.000 ton tembaga, 35 ton emas, dan sejumlah logam lain seperti perak dan beberapa logam lainnya.
Smelter di Gresik ini bisa menggerakkan kegiatan ekonomi Rp30 triliun per tahun, melibatkan 40 ribu pekerja. PT Freeport sendiri menginvestasikan modal Rp42 triliun untuk smelter di Gresik ini. Lebih jauh lagi, dalam skema pemerintah, produksi emas Gresik ini pun akan diolah menjadi produk perhiasan dan akan langsung dipasarkan ke pusat-pusat perdagangan emas dunia, seperti Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, HongKong, tanpa menggunakan jasa negara perantara.
Inisiatif Minyak Sawit
Berbeda dari mineral, industri sawit sudah lebih awal melakukan hilirisasi. Kebijakan penggunaan biodiesel dengan program B-10, B-20, dan kini B-30, mempercepat hilirisasi CPO. Pihak Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa ekspor CPO saat ini hanya berkisar 20–25 persen. Selebihnya, ekspor produk olahan seperti oleokimia, mentega, biskuit, selai, sampo, sabun, dan detergen, lipstik, dan yang belakangan marak ialah biofuel.
Produksi biofuel Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan pada 2021 ini telah mencapai 8,6 juta ton, sebagian untuk digunakan biosolar terkait kebijakan B-30. Adapun produksi CPO itu sendiri pada 2020 telah mencapai 52 juta ton, jumlah yang membuat Indonesia menjadi negara terbesar penghasil minyak nabati sawit. Presiden Jokowi berharap, proses hilirisasi sawit mentah dituntaskan di dalam negeri, seperti proses mengolah batuan tembaga menjadi emas.
Sumber: Indonesia.go.id
Discussion about this post