PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan penyesuaian tarif tenaga listrik (tariff adjustment) triwulan III tahun 2022 atau periode Juli-September 2022.
Penyesuaian tarif ini diberlakukan kepada golongan pelanggan rumah tangga berdaya mulai 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2, dan P3) yang jumlahnya sekitar 2,5 juta atau 3 persen dari total pelanggan PT PLN (Persero). Keseluruhannya adalah golongan pelanggan nonsubsidi.
“Golongan pelanggan rumah tangga di bawah 3.500 VA, bisnis, dan industri tarifnya tetap. Ini sesuai dengan arahan Bapak Menteri ESDM Arifin Tasrif yang menyampaikan bahwa penerapan tariff adjustment ini bertujuan untuk mewujudkan tarif listrik yang berkeadilan. Artinya, masyarakat yang mampu tidak lagi menerima bantuan dari pemerintah,” ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Rida Mulyana, Senin (13/06/2022), di Jakarta.
Rida menegaskan pelanggan golongan bersubsidi tidak terkena penyesuaian tarif listrik. Pemerintah berkomitmen melindungi masyarakat dengan tetap memberikan subsidi listrik kepada yang berhak. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Seperti diketahui, tariff adjustment diberlakukan sejak 2014 kepada pelanggan nonsubsidi untuk memastikan subsidi listrik yang tepat sasaran. Pada tahun 2014 hingga 2016, tariff adjustment diterapkan secara otomatis. Namun dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan daya saing sektor bisnis dan industri sejak tahun 2017 hingga triwulan II-2022, pemerintah memutuskan tariff adjustment tidak diterapkan secara otomatis dan ditetapkan tidak berubah meskipun terdapat perubahan kurs, ICP (Indonesian crude price), inflasi dan harga batu bara dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam APBN tahun berjalan.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 jo Nomor 03 Tahun 2020, tariff adjustment ditetapkan setiap tiga bulan dengan mengacu kepada perubahan empat asumsi makro yaitu kurs, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan Harga Patokan Batu Bara (HPB).
Perkembangan besaran empat indikator asumsi makro menunjukkan kecenderungan meningkat. Realisasi indikator ekonomi makro rata-rata tiga bulan (Februari sampai dengan April 2022) yang digunakan dalam penerapan tariff adjustment triwulan III-2022 yaitu kurs Rp14.356/Dolar Amerika Serikat (AS) (asumsi semula Rp14.350/Dolar AS), ICP 104 Dolar AS/barel (asumsi semula 63 Dolar AS/barel), inflasi 0,53 persen (asumsi semula 0,25 persen), HPB Rp837/kilogram sama dengan asumsi semula (diterapkan capping harga, realisasi rata-rata Harga Batu Bara Acuan (HBA) >70 Dolar AS/ton).
“Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik sebesar 33 persen didominasi oleh biaya bahan bakar, terbesar kedua setelah biaya pembelian tenaga listrik dari swasta sekitar 36 persen, sehingga perubahan empat indikator asumsi makro ekonomi tersebut sangat berpengaruh terhadap Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Pada akhirnya, hal tersebut juga berdampak pada perhitungan tariff adjustment,” kata Rida.
Pelanggan rumah tangga R2 dengan daya 3.500 VA hingga 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,70/kWh menjadi Rp1.699,53/kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp111.000/bulan untuk pelanggan R2 dan Rp346.000/bulan untuk pelanggan R3. pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kVA dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,70/kWh menjadi Rp1.699,53/kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp978.000/bulan untuk pelanggan P1 dan Rp271.000/bulan untuk pelanggan P3. Pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74/kWh menjadi Rp1.522,88/kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp38,5 juta/bulan.
Rida mengemukakan bahwa data dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menunjukkan bahwa penyesuaian tarif listrik untuk golongan pelanggan R2, R3 dan pemerintah pada triwulan III-2022 ini berdampak kecil terhadap inflasi sekitar 0,019 persen. Ia berharap dampak yang kecil terhadap inflasi tersebut dapat turut menjaga daya beli masyarakat.
“Ke depan kemungkinannya apabila sektor bisnis dan industri menengah dan besar telah pulih, dimungkinkan tarif tenaga listrik dapat kembali mengalami perubahan naik ataupun turun melihat perkembangan kurs, ICP, inflasi, dan HPB. Selain itu, efisiensi yang terus dilakukan PLN juga dapat menjadi pemicu turunnya tarif tenaga listrik,” tutur Rida.
Kementerian ESDM berharap PT. PLN (Persero) dapat terus meningkatkan efisiensi operasional dengan berbagai cara, dan terus meningkatkan penjualan tenaga listrik sehingga BPP tenaga listrik per kWh dapat diupayakan turun atau minimal tetap dari tahun sebelumnya.
Sumber: Setkab.go.id
Discussion about this post