PILARJAMBI.COM | SURABAYA – Masih tingginya persoalan Stunting di Indonesia, membuat mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair ingin berupaya menurunkan angka stunting. Salah satu caranya, mereka melakukan pengabdian masyarakat di Desa Suci, Kabupaten Gresik.
Dosen yang mendampingi, Dr Lestari Sudaryanti mengatakan, pengabdian masyarakat ini merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dikerjakan oleh civitas akademika Unair.
“Stunting merupakan salah satu prioritas utama pemerintah pusat sampai daerah yang harus segera ditangani, dengan target turunnya angka stunting menjadi 14 persen pada 2024,” ujarnya.
“Angka stunting di Indonesia masih sekitar 37 persen dan kemungkinan semakin meningkat karena berbagai kondisi akibat pandemi COVID-19. Hal ini tentu mengancam keberlangsungan generasi penerus bangsa di masa depan,” tambahnya.
Dipilihnya desa ini karena masih ditemukan anak dan balita stunting di sana. Untuk sasarannya, pada keluarga yang memiliki bayi stunting di Desa Suci. Pengabdian masyarakat ini dilakukan secara metode blended menyesuaikan kondisi yang ada di lapangan. Sebanyak 10 balita stunting menjadi fokus pada kegiatan ini.
“Pertemuan offline dilakukan di balai desa untuk pemeriksaan balita pertama kali dan kunjungan rumah untuk mengetahui kondisi sanitasi lingkungan. Setelah itu pemantauan kondisi balita dilakukan secara online melalui grup WhatsApp,” jelas Lestari.
Namun ada sejumlah kendala yakni pengabdian masyarakat yang dilakukan lebih lambat karena terdampak pandemi COVID-19.
“Pengabdian masyarakat sebenarnya dilakukan selama periode Juni sampai Agustus 2021. Akibat pandemi COVID-19 dan pemberlakuan PPKM di berbagai daerah maka pelaksanaannya lebih lambat yaitu pada Agustus 2021,” paparnya.
Dalam mengatasi balita stunting, masyarakat diberi pelatihan pembuatan mi lele yang kaya nutrisi bagi balita. Selain kaya nutrisi, lele merupakan komoditas lokal yang mudah ditemukan.
“Lele adalah salah satu bahan makanan bernilai gizi tinggi yang sangat mudah ditemukan dan harga terjangkau. Sayang tidak semua masyarakat mau mengkonsumsi ikan tersebut dengan berbagai alasan. Salah satunya karena berbau amis,” terangnya.
Lestari berharap pengabdian masyarakat yang dilakukan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, dalam permasalahan stunting dan menciptakan masyarakat yang mandiri dalam penanganannya.
“Diharapkan seluruh komponen masyarakat kembali memberi perhatian pada permasalahan stunting dan segera melakukan tindakan-tindakan yang efektif dan efisien untuk menyelesaikannya,” tutupnya.
Sumber: detik.com
Discussion about this post