PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Di tengah usaha pemerintah menurunkan kurva pandemi Covid-19, Ketua Lentera Anak Lisda Sundari meminta pemerintah tak melupakan upaya pengendalian konsumsi rokok, yang juga telah menimbulkan beban kesehatan dan materi yang cukup besar.
Lisda berharap kebijakan fiskal dan kebijakan nonfiskal terhadap pengendalian konsumsi rokok khususnya pada anak dapat dilakukan secara maksimal.
Salah satunya, sambung Lisda, adalah melalui menyederhanakan struktur tarif cukai hasil tembakau demi penurunan prevalensi perokok anak.
Ia mengatakan, kerumitan struktur tarif CHT menyebabkan tingginya variasi harga rokok, mulai dari yang mahal hingga murah. Akibatnya, anak-anak dapat menjangkau harga rokok yang murah.
“Banyak layernya, sehingga rokok-rokok banyak sekali. Saat cukai itu diterapkan ternyata kita lihat bahwa pada rokok-rokok tertentu harganya tidak naik secara rata-rata karena ternyata tidak semua rokok pada layer layer tertentu cukainya dinaikkan,” ujar Lisda dalam keterangannya, Senin (12/7/2021).
Lisda mengatakan bahwa wacana penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau sudah dibahas pemerintah sejak beberapa waktu lalu, namun dibatalkan pelaksanaannya.
“Jadi artinya itu bukan sesuatu yang baru di Kemenkeu, karena itu sudah pernah dibahas dan sudah pernah menjadi pertimbangan,” jelasnya.
Sementara itu, terhambatnya pengendalian dan penurunan jumlah perokok di Indonesia dinilai Sekretaris Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno salah satunya terjadi karena sistem layer cukai tembakau yang banyak.
“Kalau sistem layer cukainya masih seperti ini, masih banyak, ini tentu saja kan ada disparitas harga yang cukup signifikan. Artinya apa? Kalau sistem layer cukai ini tidak disederhanakan, pilihan harga rokok akan sangat banyak,” bebernya.
Dalam situasi seperti ini, sekalipun harga rokok naik konsumen akan tetap dengan mudah mencari pengganti merek rokok yang lain.
“Ketika konsumen atau perokok tidak bisa membeli rokok dengan harga yang tinggi, dia akan membeli harga substitusi yang rendah, dengan merek yang tentu saja berbeda. Perokok bisa saja turun grade ketika harga rokok yang biasa dia konsumsi harganya naik,” imbuhnya.
Banyaknya layer dalam sistem tarif CHT, kata dia, menyebabkan kebijakan cukai menjadi tidak efektif. Sistem cukai yang berlaku saat ini juga memudahkan perusahaan rokok untuk memproduksi rokok dengan jenis dan merek yang berbeda pada golongan/layer yang paling rendah.
“Artinya dengan sistem seperti ini perusahaan/produk rokok A misalnya bisa memproduksi dengan kemiripan rasa, kemudian menaruh harga di layer yang paling rendah, dan harganya masih terjangkau anak-anak,” katanya.
Agus mengatakan pelaksanaan simplifikasi struktur tarif CHT ini lebih baik disegerakan secepat mungkin.
“Kalau kita kaitkan pada saat pandemi seperti ini justru saat yang paling tepat kalau pemerintah mau melaksanakan itu,” pungkas dia.
Sumber: suara
Discussion about this post