PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Sebuah kasus pers yang bermula dari 3 berita yang ditulis oleh Muhammad Asrul pada Mei 2019 tentang dugaan korupsi di kota Palopo yang diduga melibatkan Kepala BPKSDM Palopo, telah menyeret Asrul untuk merasakan dinginnya lantai penjara selama 3 bulan.
PN Palopi baru – baru ini telah menerbitkan vonis bersalah terhadap Muhammad Arsul pada Selasa 23 November 2021.
Sustira Dirga, Peneliti ICJR menyebutkan jika Vonis bersalah yang dijatuhkan oleh PN Palopi telah mengancam kebabasan pers di Indonesia. Alasannya karena sengketa pers bukanlah tindak pidana dan penyelesaian yang paling tepat adalah melalui Dewan Pers. Penyelesaian sengketa melalui Dewan Pers telah diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor: 01/Peraturan-DP/VII/2017, tutur Dirga
Dirga juga menginigatkan kalau mendahulukan penyelesaian sengketa pers melalui mekanisme pidana juga berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 1608K/Pid/2005 yang menyatakan bahwa tindakan penghukuman dalam bentuk pemidanaan tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah membahayakan pers bebas. Oleh karena itu tata cara non pidana seperti yang diatur dalam UU Pers harus didahulukan daripada ketentuan hukum lain.
Selain itu juga ada SKB tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI yang menyebutkan jika pemberitaan yang merupakan karya jurnalistik diproses menggunakan UU Pers yang dalam proses penyelesaian kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers.” Ujar Dirga
Sayangnya meski telah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa berita tersebut merupakan karya jurnalistik, kasus tetap dilanjutkan sampai ke pengadilan.
“Hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum justru tidak menjalankan ketentuan dalam SKB sebagaimana mestinya.” Kata Dirga
Penggunaan pidana terhadap karya jurnalistik menurut Dirga, adalah sinyal kuat dari menurunnya demokrasi di Indonesia dan seperti tidak mampu memastikan hadirnya rasa aman bagi kebebasan pers.
Institute for Criminal Justice Reform, menurut Dirga, meminta agar Kapolri dan Jaksa Agung segera mengevaluasi petugas yang terlibat dalam kasus ini untuk menunjukkan keseriusan reformasi kelembagaan dan penghormatan pada hak asasi manusia, utamanya terkait kebebasan pers. Selain itu, ICJR juga meminta MA untuk melakukan evaluasi terhadap hakim yang tidak memutus berdasarkan perkembangan hukum yang telah memberikan banyak penekanan pada larangan pemidanaan karya jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers.
Sumber: ngertihukum.id
Discussion about this post