PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Seorang penyandang disabilitas, Abil Asswad dilarang masuk ke Kawasan ring road Gelora Bung Karno (GBK) oleh seorang petugas keamanan GBK. Adapun kronologinya bermula pada saat Abil berniat berolahraga di Kawasan GBK namun tiba-tiba seorang sekuriti melarang dengan alasan bahwa untuk sepatu roda, skateboard, sepeda dan sejenisnya yang beroda dilarang masuk atas perintah dari pengelola GBK. Abil mengatakan bahwa ia merasa kecewa karena peristiwa ini sangat memalukan dan termasuk sebuah diskriminasi disabilitas.
Menanggapi peristiwa di atas, Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus menyampaikan bahwa infrastruktur ruang publik yang ada di Jakarta saat ini sudah menunjukkan inovasi baru bagi kaum disabilitas seiring adanya UU tentang disabilitas dan turunannya. Menurutnya peraturan tersebut dapat memberikan arahan dan sarana terciptanya ruang bagi penyandang disabilitas yang lebih ramah aksesnya. Namun, Alfred mengatakan para petugas di ruang publik, termasuk GBK, harus dibekali, diedukasi dan diberikan pelatihan dalam menangani warga dengan keterbatasan seperti disabilitas agar dapat menjamin kesetaraan akses bagi semua.
UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dikeluarkan oleh Pemerintah dengan menimbang bahwa Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.
Menurut undang-undang ini yang dimaksud dengan Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Di dalam UU tersebut berisi mengenai ragam hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Secara rinci tertulis 22 hak penyandang disabilitas yang diatur oleh undang-undang, meliputi
- hidup;
- bebas dari stigma;
- privasi;
- keadilan dan perlindungan hukum;
- pendidikan;
- pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi;
- kesehatan;
- politik;
- keagamaan;
- keolahragaan;
- kebudayaan dan pariwisata;
- kesejahteraan sosial;
- Aksesibilitas;
- Pelayanan Publik;
- Pelindungan dari bencana;
- habilitasi dan rehabilitasi;
- Konsesi;
- Pendataan;
- hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;
- berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;
- berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan
- bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.
Apabila kita melihat hak-hak di atas, salah satu hak yang dimiliki oleh penyandang disabilitas adalah Hak Aksesibilitas yang meliputi hak:
- mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan
- mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi individu.
Seluruh hak penyandang disabilitas yang diatur oleh UU Penyandang Disabilitas merupakan bukti dari upaya Pemerintah untuk melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak Penyandang Disabilitas agar dapat terwujudnya taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat.
Sumber: ngertihukum.id
Discussion about this post