PILARJAMBI.COM | TANJAB BARAT – Penyelesaian Konflik lahan antara Masyarakat 9 (sembilan) Desa di Kecamatan Tungkal Ulu, Merlung Dan Batang Asam dengan PT Dasa Anugerah Sejati (DAS) yang tadinya berjalan lancar kembali menemui kebuntuan.
Pasalnya Kelompok Tani Desa Badang Kecamatan Tungkal Ulu beberapa waktu yang lalu membuat pernyataan resmi menolak secara keseluruhan butir-butir kesepakatan yang telah dicapai pada saat rapat tanggal 18 oktober di Kantor Bupati Tanjung Jabung Barat sekaligus menyatakan memisahkan diri dari gabungan kelompok tani 9 (sembilan) desa.
Dedi, Ketua Kelompok Tani (poktan) Imam Hasan Desa Badang saat dikonfirmasi via telefon mengatakan bahwa kesepakatan yang dicapai pada saat rapat bersama perwakilan 9 desa dengan PT DAS yang dipimpin oleh Asisten 2 Pemkab dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan tanggal 18 oktober lalu tidak sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar. Disampaikan dedi, menurut Permentan tersebut, perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) bisa terlaksana salah satunya apabila perusahaan telah melaksanakan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20 (dua puluh) persen dari total luasan HGU. Fasilitasi dimaksud bisa dalam bentuk pembangunan kebun plasma, bantuan usaha produktif ataupun pola pendanaan lain (hibah).
Ditambahkannya bahwa dalam kesepakatan rapat tersebut, pola yang disepakati bentuknya adalah bantuan usaha produktif senilai 22 milyar rupiah. Nominal Ini menurutnya belum memenuhi standar minimal dua puluh persen sesuai permentan.
“Satuan biaya pembangunan kebun tahun 2016 saja itu sekitar 25 juta perhektar. Kalau sekarang itu sekitar 80 juta perhektar. Kalau dinilai dari fisik kebunnya maka setidaknya biaya bangun kebun itu maksimal 40 sampai 50 persen dari satuan biaya saat ini. Jadi nominal 22 milyar itu belum memenuhi standar minimal 20 persen kewajiban,” ujarnya.
Masih menurut dedi, dirinya juga sangat menyayangkan di detik-detik akhir penyelesaian permasalahan ini, sikap pemerintah yang cenderung berpihak kepada perusahaan. Dijelaskannya bahwa ada arahan dari bupati melalui para camat kepada sembilan kepala desa agar bergerak cepat dalam mendorong kelompok tani untuk menerima kesepakatan penyelesaian konflik dalam bentuk bantuan usaha produktif senilai 22 milyar itu. Bahkan baru-baru ini, pak mawardi kepala desa badang dibawa ke kuala tungkal oleh camat tungkal ulu untuk bertemu pak bupati membahas soal penolakan desa badang.
“Itu tanpa sepengetahuan masyarakat dan kelompok tani. Dan pak kades sendiri juga telah menyampaikan hasil pertemuan dengan pak bupati tersebut kepada kami yang intinya pak kades tetap menyerahkan keputusan kepada masyarakat dan kelompok tani desa badang,” kata dedi.
Untuk diketahui, sebagai tindak lanjut penolakan dan pernyataan memisahkan diri dari gabungan 9 kelompok tani tersebut, kelompok tani imam hasan desa badang menyampaikan setidaknya ada 3 (tiga) tuntuan yang harus dipenuhi oleh PT DAS diantaranya memperjuangkan areal tanah adat/ulayat desa badang yang masuk kedalam HGU PT DAS seluas 2.963 hektar kemudian menuntut pembebasan makam-makam leluhur desa badang yang berada didalam areal HGU serta tuntutan kompensasi ganti rugi lahan senilai 35 juta perhektar. Ditegaskan dedi, jika tuntutan-tuntutan itu tidak dipenuhi maka pihaknya melalui kuasa hukum akan mengajukan usulan pelepasan areal desa badang seluas 2.963 hektar dari HGU PT DAS kepada pemerintah dalam hal ini pihak badan pertanahan nasional.
“Biarlah kami kelola lahan itu sendiri. Selama ini juga berpuluh tahun dikelola PT DAS masyarakat badang belum pernah memperoleh dan merasakan manfaat yang sesuai,” tutupnya. (*)
Discussion about this post