PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Draf RUU Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pajak mengatur pendidikan di Indonesia bakal dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapati tanggapan dari Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji. Ia menilai aturan itu melanggar konstitusi.
“Itu adalah sebuah tindakan yang melanggar konstitusi,” kata Indra, kepada wartawan, Jumat (11/6/21).
Indra mengatakan, dalam UUD 1945, sejatinya pemerintah harus membiayai pendidikan dasar bagi anak. Bukan malah memungut pajak dari pendidikan.
“Tidak sesuai dengan UUD 1945 karena di pasal 31 disebutkan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya,” ujarnya.
“Sekarang kalau pemerintah sudah berpikiran untuk memajakkan itu berarti kan nggak punya niat untuk membiayai karena kalau menarik pajak kan bukan membiayai tapi justru malah mendapat manfaat. Ini sudah bertolak belakang dari konstitusi jadi buat saya kalau sudah melanggar konstitusi ya ini parah,” lanjut Indra.
Indra mengatakan dirinya dan semua instansi pendidikan menolak adanya pengenaan pajak dalam pendidikan. Dia berharap pemerintah mempertimbangkan ulang.
“Semua instan pendidikan ya menolak semua, saya bicara nggak ada setuju, karena tadi yang pemerintah itu tugasnya membiayai tapi sekarang malah mau menarik uang,” tuturnya.
Tinjau Draf RUU Revisi UU No 6 Tahun 1983
(Draf UU)
Sebelumnya, dalam dalam draf RUU Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diterima oleh detikcom, Kamis (10/6/21), disebutkan rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A. Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. Begini bunyi pasalnya:
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. dihapus;
b. dihapus;
c. dihapus;
d. dihapus;
e. dihapus;
f. jasa keagamaan, meliputi jasa yang diberikan oleh penceramah agama atau pengkhotbah dan kegiatan pelayanan ibadah keagamaan yang diselenggarakan rumah ibadah;
g. dihapus;
Padahal, dalam UU yang masih berlaku, jasa pendidikan masih bebas PPN.
(UU yang sedang berlaku)
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
Adapun jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Seperti PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, dan bimbel.
Selain jasa pendidikan, jasa tenaga kerja dan jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri bakal dikenai PPN.
Penjelasan Pemerintah
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan rencana tersebut tidak akan merugikan rakyat.
“Untuk jasa pendidikan, pemerintah juga sudah mempertimbangkan segala sesuatunya ketika akan mengambil sebuah kebijakan, terutama yang menyangkut harkat hidup orang banyak, sehingga kebijakan tersebut tidak mungkin akan menyakiti rakyatnya, termasuk terkait jasa pendidikan. Mengenai detailnya belum dapat dijelaskan keseluruhannya karena belum dibahas dengan DPR,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kemenkeu Neil Madrin Noor lewat pesan singkat kepada detikcom, Jumat (11/6/2021).
Neil menjelaskan pemajakan atas objek-objek pajak akan selalu memperhitungkan aspek keadilan. Selain itu, penerapannya pasti akan menunggu pulihnya ekonomi.
“Rencana pengenaan PPN merupakan salah satu langkah pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak ke depannya. Namun perlu digarisbawahi bahwa pemajakan atas objek-objek baru akan selalu memperhitungkan aspek keadilan dan penerapannya menunggu ekonomi pulih serta akan dilakukan secara bertahap,” tuturnya.
Sumber: detik.com
Discussion about this post