PILARJAMBI.COM – Dalam sidang pembelaan diri terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi DAK Swakelola Tipe 4 tahun 2022 SMAN 2 Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Yuliawati minta majelis hakim mempertimbangkan dan menyetujui pembelaan dirinya.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Jambi pada Selasa 17 Desember 2024 ini, Kuasa Hukum terdakwa mengajukan pledoi nota pembelaan dan terdakwa sendiri juga mengajukan pembelaan secara tertulis.
“Jadi ada dua pembelaan yang dibuat masing-masing. Ada dari kuasa hukum dan ada dari terdakwa sendiri, ” kata Kuasa Hukum Terdakwa, Dedy Yuliansyah.
Menurut Dedy, tuduhan terhadap terdakwa atas kerugian negara itu tidak ada atau nihil karena uang sudah dikembalikan sebelum Yuliawati ditetapkan sebagai tersangka.
“Sedangkan yang sisanya sudah dititipkan juga di Kasda dan Jaksa Penuntut Umum. Jadi, sikap tegas terdakwa inilah yang menyelamatkan kerugian negara. Ini fakta yang terungkap di persidangan,” tegasnya.
“Intinya kami mengajukan terdakwa bebas. Dari itu, Jaksa mengajukan replik,” lanjutnya.
Selanjutnya, Dedy menegaskan jika terdakwa didakwa bersalah nantinya, harus ada pihak-pihak lain yang harus disangkakan. “Kami juga bertanya-tanya, kenapa Yuliawati saja yang diseret saat penyidikan,” sebutnya.
Sementara itu, Terdakwa Yuliawati dihadapan Majelis Hakim menyampaikan pembelaannya dengan menceritakan semua kronologi yang terjadi.
Sebagai Ketua Komite SMAN 2 Tanjung Jabung Barat, Yuliawati mengikuti Rakor dan Sosialisasi kegiatan DAK yang berlangsung di Abadi Suite Hotel Jambi pada tanggal 04-06 Juli 2024. Di situ, dirinya dimintai tanda tangan kontrak yang beri2 lampiran pokok perjanjian bersama PPTK dan Kwitansi tahap pertama pengajuan pencairan sebesar 25 persen setiap kegiatan.
Usai dari situ, dirinya juga sering ikut beberapa kaki rapat persiapan bersama pihak SMAN 2 Tanjung Jabung Barat. Menariknya, dalam pembahasan siapa tukang, pengawas, konsultan hingga belanja material, pengakuan Yuliawati yang paling aktif adalah Kepala Sekolah dan Bendahara Sekolah.
Bahkan, Bendahara Sekolah berinisial M siap memberikan pinjaman uang sebelum Dana proyek cair dengan alasan mempercepat kegiatan. Tak hanya itu, M juga merekomendasikan toko bangunan untuk belanja material di Kota Jambi yang diduga masih milik saudaranya. “Bahkan dia mengajak saya nantinya ikut untuk survei ke toko tersebut,” ungkap Yuliawati.
Namun, berjalannya waktu dan tanpa sepengetahuan Yuliawati, hasil rapat tersebut berubah semua.
“Tanpa sepengetahuan saya, konsultan diganti, tempat belanja material tidak diberi tahu dimana, kapan uang tahap 1 cair saya tidak diberitahukan dan apa yang dibelanjakan saya tidak diberi tahu,” ucap Yuliawati.
Tak hanya itu, menurut pengakuan dari Yuliawati, karena merasa bertanggung jawab atas proyek tersebut, dirinya memberanikan diri datang ke Sekolah untuk cek dan beritanya kepada tukang. Tetapi, disana dirinya mengalami Intimidasi dari bendahara sekolah. Semenjak itu, Yuliawati tidak mau datang ke sekolah tersebut kecuali ada kunjungan dari Dinas dan Inspektorat.
Dari kejadian itu, Yuliawati sempat melaporkan ke pihak dinas di Provinsi, namun di arahkan ke Inspektorat. Dikesempatan itu, dirinya melihat dokumen kontrak dan yang tertera disitu bukan rekening dirinya.
“Saya tanya ke bendahara ini rekening siapa, dia bilang rekening sekolah. Ternyata nama saya hanya untuk tanda tangan kontrak. Di situ, saya menyadari saya hanya dimanfaatkan,” ucap Yuliawati.
Yuliawati juga mengungkapkan, saat pemeriksaan dari BPK, surat panggilan untuk dirinya terlambat karena ditahan Kepala Sekolah. “Tak tau tujuannya untuk apa. Dia hanya bilang jika Ibu Ully (Yuliawati) tak bisa hadir. Biar cukup kami wakilkan. Saya hanya jawab OK. Tetapi, diam-diam saya datang dan mereka sempat kaget dari kedatangan saya,” jelasnya.
Jelang akhir Oktober 2022, Yuliawati sedang di Rumah Sakit karena anak asuhnya yang berusia 2 tahu sedang dirawat. Saat itu, dirinya dihubungi oleh Kepala Sekolah berinisial A itu untuk menandatangani progres. “Saya minta izin membaca dan melihat isi progres dahulu. Namun kepala sekolah bilang dirinya tidak bisa di copy dan tidak bisa dikirim lewat WA,” jelasnya.
Selain kepala sekolah, ada seseorang oknum dari salah satu Dinas di Tanjab Barat menelepon Yuliawati untuk membicarakan soal kegiatan di Sekolah tersebut dan menawarkan mediasi antara pihak sekolah dan dirinya.
Kepala Sekolah kembali menelepon Yuliawati menyampaikan jika dirinya tak mau tanda tangan, pihak sekolah tetap mengantar laporan. “Saya jawab silahkan,” ujar Yuliawati.
Selanjutnya, Yuliawati mengaku ditelpon Dinas dan disuruh untuk tanda tangan termen tahap 2 dan 3 serta disurati beberapa kali. “Tetapi saya tetap tidak mau tandatangang,” tegasnya.
Dari situ, berbagai cara dilakukan pihak kepala sekolah untuk menekan terdakwa, seperti upaya menggantikan Yuliawati dengan dengan mengumpulkan tanda tangan para guru serta menyebarkan berita bahwa dirinya mempersulit kegiatan sekolah. Namun, hal tersebut ditolak BKUDA Provinsi Jambi.
Sehingga, pada Rakor DAK tersebut, Yuliawati mengaku tidak dikabarkan oleh Kepala Sekolah. Dirinya hanya tahu dari temannya dari Kabupaten lain.
Yuliawati juga mengungkapkan dirinya dibujuk oleh Bendahara, Kepala Sekolah dan Dinas dengan iming-iming keuntungan dari proyek senilai Rp1,7 miliar tersebut. Namun dirinya menolak. Beberapa hari kemudian kepala sekolah dan bolak balik ke rumah Yuliawati. Hasilnya tetap sama, yakni ditolak.
Berjalannya waktu, Yuliawati menyetujui melanjutkan proyek tersebut karena uang 2 orang konsultan tersebut dipakai oleh Bendahara Sekolah untuk kegiatan tersebut. Padahal, uang pribadi dua orang tersebut untuk biaya nikah dan biaya kerja.
Dengan itu, dirinya meminta pihak dinas untuk memastikan tidak Jadi masalah di kemudian hari. “Makanya mereka membuat pernyataan ditandatangani di atas materi,” sebutnya.
Kegiatan berjalan lancar hingga serah terima. Bendahara Sekolah bukan lagi M dan diduduki wawan. Namun untuk laporan kegiatan ke Dinas, nota-nota belanja masih banyak di tangan M.
“Saya sudah lapor ke Dinas bahwa uang disimpan direking saya jelang Meri menyerahkan nota-notanya. Tetapi, beberapa lama Meri tak bisa menyerahkan bukti belanjanya,” tegasnya.
Dari hal itu, tiba-tiba Yuliawati dihubungi oleh wartawan untuk konfirmasi dugaan mengambil uang kegiatan sebesar Rp500 juta. “Ternyata wartawan tersebut disuruh oleh seseorang berinisial D dari salah satu Dinas untuk menagih uangnya yang dipakai beli bahan bangunan SMAN 2 Tanjung Jabung Barat. Saya menolak, karena saya tidak ada urusan dengannya. Urusannya dengan Meri pun saya tidak tahu,” jelasnya.
Esok harinya, Sekolah didatangi polisi Tipikor. Mulai dari situ, proses terus berjalan yang membuat dirinya nyaris keguguran.
Dalam menyampaikan pembelaannya, Yuliawati sempat menangis. **
Discussion about this post