PILARJAMBI.COM – Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Pilkada Bersih datangi Sekretariat Bawaslu Kota Jambi pada Senin pagi 18 November 2024.
Kedatangan para massa aksi ini untuk pendorong Bawaslu Kota Jambi untuk transparan dan adil dalam menangani laporan dugaan kecurangan yang dilakukan oleh salah satu Paslon Walikota Jambi.
Dalam aksi tersebut, Koordinator Massa, Raden Syah Iran mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut telah mencoreng prinsip demokrasi yang sehat, apalagi jika terjadi di tempat ibadah yang seharusnya bebas dari kepentingan politik.
Pasalnya, laporan yang ditangani oleh Bawaslu Kota Jambi ini merupakan laporan dari Robert Samosir atas kegiatan yang diduga melanggar aturan kampanye yamg dilakukan oleh pihak paslon Walikota Jambi nomor urut 02.
Sejak saat itu, Bawaslu Kota Jambi telah memeriksa pengelola klenteng serta calon Walikota Jambi Abdul Rahman (HAR).
Meskipun begitu, massa merasa proses hukum berjalan lamban dan mendesak agar kasus ini segera diproses ke tahap penyidikan.
“Bukti sudah cukup jelas. Jangan biarkan kasus ini dibiarkan mengendap. Kami ingin Bawaslu dan Gakkumdu bertindak tegas untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas pemilu,” ujar Raden Syah Iran dalam aksi tersebut.
Massa juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini. Mereka khawatir jika lembaga pengawas hanya bertindak tegas terhadap pihak tertentu, sementara yang lainnya lolos dari hukum hanya karena kekuatan politik.
“Jangan sampai ada kesan bahwa Bawaslu hanya berani menindak pelanggaran di tingkat bawah, tapi tutup mata terhadap mereka yang punya kekuasaan. Hukum harus berlaku adil untuk semua,” tegas Raden.
Aksi ini memicu perhatian warga sekitar, yang juga turut bergabung dalam demonstrasi dan menyuarakan dukungannya.
Banyak yang sepakat bahwa demi menjaga marwah demokrasi, penegakan hukum harus transparan dan tanpa tebang pilih.
Kasus ini menjadi sorotan publik di Kota Jambi karena dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi di tempat ibadah dapat merusak integritas pemilu itu sendiri.
Kini, masyarakat menunggu langkah Bawaslu dan Gakkumdu untuk memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan, dan kasus ini tidak hanya menjadi lip service tanpa penyelesaian yang jelas.
Setelah aksi, beberapa orang dari masa aksi duduk bersama anggota Bawaslu Kota Jambi untuk mendengarkan penjelasan dari pihak pengawas.
Dalam hal ini, pihak Bawaslu Kota Jambi memastikan bahwa laporan tersebut telah Diversifikasi karena memenuhi unsur formil dan materiil. Kini, laporan tersebut sedang dalam proses.
“Hingga hari ini masih dilakukan pemeriksaan para saksi dam barang bukti masih dikumpulkan. Jadi proses masih berjalan hingga saat ini,” kata Johan anggota Bawaslu Kota Jambi.
Dirinya juga mengatakan anggota Gakkumdu juga tengah melakukan klasifikasi kepada beberapa saksi.
“Perkiraan satu atau dua hari nanti sudah ada produk hukum yang dikeluarkan, ” pungkasnya.
Sebelumnya, Robert Samosir melaporkan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jambi nomor urut 02 di Klenteng Sungai Sawang. Robert Samosir, menyerahkan laporannya secara resmi ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jambi pada pukul 10.00 WIB, Senin 11 November 2024.
Menurut laporan Robert, terdapat tiga pelanggaran utama yang dilakukan dalam acara kampanye tersebut. Pertama, kegiatan ini tidak memiliki Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari Polresta Jambi, meskipun dihadiri lebih dari 200 orang.
“Mereka tidak memiliki izin dari Polresta, tapi massa mencapai ratusan,” ujar Robert.
Robert menjelaskan, dalam peraturan kampanye, Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari kepolisian merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi setiap paslon sebelum melakukan kampanye, terutama yang melibatkan kerumunan massa. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Berdasarkan Pasal 280 Ayat (1) huruf a, kampanye harus sesuai ketentuan izin atau pemberitahuan dari kepolisian setempat.
“Secara pidana, jika melibatkan kerumunan besar tanpa izin yang mengganggu ketertiban, paslon dapat dijerat Pasal 510 UU Pemilu dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp12 juta,”ujar Robert.
Pelanggaran kedua, menurut Robert, adalah penggunaan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye. Klenteng, sebagai tempat ibadah, tidak seharusnya digunakan untuk kegiatan politik.
Menurut Robert, menggunakan tempat ibadah sebagai lokasi kampanye merupakan pelanggaran serius dalam aturan pemilu. Pasal 280 Ayat (1) huruf h UU Nomor 7 Tahun 2017 melarang penggunaan fasilitas pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas pemerintah untuk kegiatan kampanye politik. Klenteng, sebagai tempat ibadah, masuk dalam kategori tempat yang dilindungi dari kegiatan politik demi menjaga netralitas dan menghormati tempat ibadah.
“Secara pidana, mereka yang melanggar ketentuan ini dapat dijerat Pasal 521 UU Pemilu dengan ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta,” tegasnya.
Ketiga, menurut Robert, paslon 02 diduga membagikan beras 5 kilogram merek Blido kepada warga. Robert mengatakan pembagian dilakukan dengan cara memanggil peserta satu per satu menggunakan kupon yang bertuliskan atribut paslon 02.
“Masyarakat dipanggil satu-satu dengan kupon bergambar paslon, ini jelas mempengaruhi pilihan dan merusak demokrasi,” tambah Robert.
Praktik pembagian barang atau uang yang disertai dengan atribut paslon atau simbol-simbol tertentu merupakan indikasi dari politik uang (vote-buying). Tindakan ini diatur secara ketat dalam Pasal 523 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang melarang memberikan imbalan atau menjanjikan barang atau uang dalam bentuk apa pun untuk memengaruhi pemilih.
“Jika terbukti, pelanggaran ini dapat berakibat pada sanksi pidana yang serius. Paslon yang terlibat dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. Selain itu, Bawaslu memiliki wewenang untuk merekomendasikan diskualifikasi bagi paslon yang terbukti melakukan politik uang,” kata Robert.**
Discussion about this post