Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jambi mengeluarkan surat edaran penting yang melarang keras praktik pungutan tanpa dasar hukum di seluruh satuan pendidikan tingkat SMA, SMK, dan SLB negeri se-Provinsi Jambi.
Edaran tersebut tertuang dalam surat bernomor B-400.3.1/S-527/DISDIKVII/2025 dengan perihal “Larangan Pungutan Tanpa Dasar Hukum”. Dalam surat yang ditujukan kepada seluruh kepala sekolah SMA/SMK/SLB Negeri di Provinsi Jambi itu, Disdik menegaskan komitmen untuk menciptakan penyelenggaraan pendidikan yang transparan, akuntabel, dan bebas pungutan liar (pungli).
“Setiap bentuk pungutan oleh satuan pendidikan yang tidak memiliki dasar hukum yang sah dilarang keras dilakukan,” tulis Disdik dalam edaran tersebut.
Disdik juga menyoroti pungutan yang kerap dibungkus dalam bentuk kontribusi atau sumbangan dari masyarakat. Menurut surat edaran itu, kontribusi masyarakat hanya diperbolehkan jika benar-benar sukarela, tidak memaksa, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk pungutan dari komite sekolah, Disdik merujuk pada Permendikbudristek Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang mensyaratkan adanya kesepakatan tertulis dan kejelasan peruntukan dana.
“Setiap laporan masyarakat terkait dugaan pungutan liar akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk melalui Inspektorat Daerah dan Aparat Penegak Hukum,” tegas Disdik.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah larangan penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang kerap dibebankan kepada siswa dan orang tua.
Sementara itu, Pengamat Sosial Aldi Afrihadi menyebutkan bahwa penjualan LKS yang selama ini terjadi di sekolah-sekolah telah menyalahi prinsip penyelenggaraan pendidikan yang adil.
“LKS itu seharusnya tidak boleh diwajibkan apalagi dibeli dari sekolah. Kalau dijual oleh guru atau lembaga di dalam sekolah, itu sudah masuk ranah pungutan. Ini sudah jadi bisnis yang menyalahi aturan,” ujarnya.
Ia menambahkan, penggunaan LKS kerap membuat orang tua terbebani secara ekonomi, terutama di sekolah negeri yang seharusnya memberikan akses pendidikan secara merata.
“Sekolah seharusnya fokus pada pengajaran dan pembinaan siswa, bukan jualan buku atau modul,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post