PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Dilihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh positif, tentunya bank-bank di Indonesia memiliki dana lebih ditengah masa pendemi. Namun, penyaluran kredit perbankan masih sulit.
Mengutip data Bank Indonesia, pada April 2021 DPK perbankan tumbuh 11,5 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp 6.558 triliun. Pada saat yang sama, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan hingga masih minus 2,4 persen.
Meskipun posisi Maret 2021, penyaluran kredit perbankan naik Rp 77,3 triliun dan merupakan kenaikan tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
Menanggapi kondisi ini, Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan menilai faktor utama penyebab rendahnya pertumbuhan kredit adalah masih terbatasnya permintaan masyarakat.
Karena menurutnya, pandemi membuat konsumsi masyarakat masih belum tumbuh membaik, sehingga industri masih enggan melakukan ekspansi.
Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku salah satu regulator industri perbankan, menurutnya relatif mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku industri perbankan melalui sejumlah kebijakan seperti restrukturisasi kredit, subsidi bunga pinjaman, kredit modal kerja baru, maupun langkah relaksasi pengawasan lainnya.
“Dari sisi iklim usaha, di mana OJK sangat berperan dalam hal ini, sudah cukup baik khususnya di kalangan industri perbankan, tetapi ini masalah permintaan masyarakat yang belum signifikan meningkat, sehingga dunia usaha juga masih menahan ekspansi bisnis,” kata Fadhil, Sabtu (29/05/21).
Meski iklim atau kondisi sektor keuangan stabil, perbankan tetap akan menetapkan suku bunga kredit sesuai dengan mekanisme pasar, sehingga tidak ada jalan lain, selain mempercepat upaya pemulihan ekonomi, sehingga permintaan masyarakat meningkat dan pendapatan dunia usaha ikut naik.
Dia mengakui, fungsi intermediasi perbankan termasuk dalam hal penyaluran kredit sangat penting untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi pemerintah.
Pemerintah menargetkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup optimistis untuk kuartal II/2021 di atas 7 persen. Sedangkan, sepanjang tahun 2021 diperkirakan produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh di kisaran 4,1-5,1 persen.
Jika memang pemerintah menilai intermediasi perbankan perlu didukung dengan memangkas suku bunga pinjaman, dia menyarankan Kementerian BUMN bisa memulainya dengan Bank Himbara. “Jadi, selain iklimnya dijaga, juga ada intervensi yang dilakukan terhadap Bank BUMN,” imbuh Fadhil.
Namun menurutnya hal ini perlu dilakukan dengan sangat hati-hati karena adanya pelaksanaan program restrukturisasi oleh Bank Himbara bagi BUMN-BUMN yang terdampak pandemi.
Di luar soal penyaluran kredit, Fadhil menilai kondisi perbankan secara nasional masih cukup aman. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/ CAR) per Maret 2021 tetap tinggi di level 24,05 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/ NPL) tetap rendah, yakni 3,17 persen (bruto) dan 1,02 persen (netto).
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan kredit perbankan secara industri masih terkontraksi secara tahunan, tetapi secara bulanan sudah menunjukkan perbaikan.
Wimboh menjelaskan di tengah upaya semua pihak untuk mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi, OJK terus memastikan rasio prudensial sektor keuangan terus terjaga dengan baik dalam kondisi yang stabil.
Sumber: Kumparan
Discussion about this post