JAMBI- Sidang praperadilan kasus dugaan korupsi gagal bayar di Bank Jambi dengan pemohon DS Kembali digelar di pengadilan negeri Jambi Senin 10 Juli 2023.
Sidang yang diketuai oleh hakim tunggal Rio Destrado beragendakan jawaban termohon Yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi.
Tito, mewakili Kejaksaan Tinggi Jambi selaku termohon praperadilan, menyatakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak perlu diberikan secara tertulis saat melakukan pemeriksaan terhadap DS sebagai saksi. Penyidik sudah mengirimkan tembusan SPDP ke komisi pemberantasan korupsi (KPK).
Hal itu terungkap pada lanjutan sidang praperadilan kasus dugaan korupsi gagal bayar di Bank Jambi dengan pemohon DS Kembali digelar di pengadilan negeri Jambi Senin (10/7/23).
Sidang yang diketuai oleh hakim tunggal Rio Destrado beragendakan jawaban termohon Yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi.
Tito juga menyebutkan Penetapan tersangka sudah sesuai. “Dalam penetapan tersangka penyidik telah terlebih dahulu mempelajari berapa rangkaian peristiwa tindak pidana hingga ditemukan alat bukti yang patut di duga melakukan tindak Pidana,” kata Tito
Usai sidang praperadilan itu, penasehat hukum DS, Riso Hutagalung memberikan catatan bahwa termohon mengakui dalam jawabannya bahwa tidak mengirimkan SPDB kepada kliennya.
“Tadi sudah sama-sama kita dengar bahwa penyidik tidak mengirimkan SPDP ke pada ke Klein kita, seharusnya itu dikirim kepada klien kita,” katanya.
Selain itu, Riso juga memaparkan bahwa penetapan penghitungan Kerugian Keuangan Negara harus dilakukan oleh BPK, bukan dari akuntan publik.
“Kami disini berkeyakinan bahwa penetapan adanya Kerugian Keuangan Negara harus di lakukan BPK bukan dari kantor akuntan publik,” ujarnya.
“Beberapa catatan tadi kita sudah disampaikan secara lisan ke Hakim tunggal untuk jadi pertimbangan,” tegasnya.
Disisi lain, Pengamat hukum Roni Hutahaean, SH, MH. Dosen Universitas MPU Tantular Jakarta menyebutkan tidak banyak tahu dalam perkara gagal bayar bank Jambi, tapi kata dia dari beberapa pemberitaan yang ada dia menilai yang bisa menghitung kerugian keuangan negara adalah BPK bukan akuntan publik.
“Yang menghitung Kerugian Keuangan Negara itu BPK, Kalau yang menghitungnya akuntan publik Masi bisa di pertanyakan independensinya,” katanya.
Selain itu, dia juga menyoroti SPDP yang tidak dikirimkan ke tersangka, jelas itu tidak dibenarkan.
“SPDP itu harus dikirim ke yang bersangkutan, jika dalam waktu satu pekan tidak dikirim bisa batal demi hukum atau diminta batal demi hukum dalam praperadilan,” tegasnya.
Sidang kembali digelar Selasa (11/7/23) dengan agenda Mengajukan bukti surat dari pemohon dan termohon dan dilanjutkan dengan pembuktian. Dalam hal ini pemohon akan menghadirkan ahli dari Universitas Hasanuddin Makassar, untuk ahli dari pihak termohon akan menghadirkan dua ahli yakni ahli Keuangan Negara dan Ahli Perhitungan Kerugian Negara dan ahli Pidana. *
Discussion about this post