Oleh Ismi Windayani
ANAK merupakan generasi penerus bangsa. Anak adalah cikal bakal bagaimana suatu Negara kedepankannya bisa berkembang dengan lebih baik lagi. Namun apa jadinya jika penerus-penerus bangsa itu punya hati dan perasaan yang tidak baik-baik saja dan apa jadinya jika anak-anak generasi penerus bangsa memiliki luka didalamnya.
Berdasarkan data sensus penduduk 2020 (kompas.com) mencatat jumlah penduduk pada kelompok umur 0-9 tahun sebanyak 38.801.363. Agka yang sangat besar dan merupakan investasi negara yang sangat berharga untuk beberapa puluh tahun kedepan. Namun dari jumlah tersebut tidak semuanya memiliki keadaan psikis yang baik.Banyak dari mereka yang menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupu spikis.
Dikutip dari (m.mediaindonesia.com) sepanjang 2021 terjadi 3.122 kasus kekerasan pada anak yang masuk aduan. Meski dapat diyakini dari hasil aduan yang telah masuk masih banyak anak yang tidak terdata yang mendapatkan kekerasan.
Sebenarnya apasih penyebab orang tua melakukan kekerasan terhadap anak dan apa dampak dari kekerasan yang diterima oleh anak tersebut?
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Ridwan, M.Ps.I.Psikolog selaku Kajur Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) UIN STS JAMBI mengatakan “Kekerasan terhadap anak terjadi karena ketidakmampuan oang tua orang tua dalam mengelola emosinya terutama disaat harapan berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh anak sehingga menimbulkan rasa frustasi yang memunculkan kemarahan kepada anak sehingga diluar control orang tua dapat melakukan kekerasan secara fisik maupun verbal yang mengakibatkan anak mengalami trauma atas perlakukan kasar yang diterimanya. Dampaknya anak bisa berperilaku menjadi minder, malu, pendiam ataupun menjadi takut untuk mengekspresikan dirinya secara lepas dikarenakan secara memori anak merekam semua kejadian yang ia terima. Selain itu sudah banyak ilmu yang menjelaskan bahwa dampak dari kekerasan anak itu sangat berbahaya baik dari segi emosional, rasa percayanya terhadap orang lain, resiko gangguan kesehatan sampai penurunan fungsi otak pada anak. sungguh ironis bukan jika generasi penerus bangsa mengalami dampak-dampak tersebut dimana seharusnya mereka mendapat kebahagian dan pendidikan agar kelak menjadi manusia yang sukses dengan kepribadian yang baik pula.”
Selain itu, dimasa pandemic covid-19 dimana saat ini anak lebih banyak mengahiskan waktu dirumah, orang tua memiliki peran yang lebih dari biasanya. Orang tua harus mampu menggantikan guru mereka disekolah, mengajari, mengayomi dan memberikan perhatian yang lebih terhadap anak. Namun tidak semua orang tua sanggup untuk menghadapi situasi tersebut. hal ini bisa saja menjadi pemicu kekerasan terhadap anak.
Hal ini juga dijelaskan oleh bapak Ridwan, M.Psi.Psikolog. beliau berpendapat bahwa “Sampai saat ini belum ada data yang mengatakan bahwa angka kekerasan pada anak itu bertambah selama pandemic covid, namun kemungkinan bisa saja terjadi karena factor-faktor penyebab yang menyebabkan orang tua frustasi dengan kondisi saat ini, secara ekonomi covid berdampak sangan signifikan dan banyak orang tua dirumah dihadapkan dengan beragam kondisi dan perilaku anak yang bisa mamancing emosi terlebih jika orang tua tidak mampu membangun komunikasi yang lebih terbuka dengan anak.”
Kekerasan pada anak seharusnya bukan hal yang bisa disepelakan. Harus ada penanganan serius dari berbagai belah pihak. Harus ada usaha-usaha yang dilakukan agar hal serupa tidak terulang dan agar anak-anak yang menerima kekerasan juga mendapatkan proses penyembuhan.
Ridwan, M.Psi.Psikolong kembali menjelaskan bahwa “Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan konseling untuk para orang tua tentang bagaimana menerapkan pola asuh yang benar dan lebih demokratis dengan mendengar harapan dan keinginan anak lalu kemudian mendiskusikan. Orang tua harus mampu melepas situasi yang dihadapinya dari lingkungan maupun tempat kerja dan tidak melampiaskan kepada anak, orang tua juga harus lebih berani menyatakan permintaan maaf dan membangun kembali komunikasi yang baik. Sedangkan untuk anak memberikan konseling dengan meningkatkan rasa percaya diri, memberikan rasa optimis akan masa depan yang lebih baik dengan tetap menghargai pendapat anak. anak juga bisa diberi terapi bermian dan interaksi dengan teman sebya untuk mngekspresikan potennsi yang mereka miliki.”
Hal ini harus menjadi perhatian lebih dari pemerintah. Bukan hanya aspek hukum yang harus ditegakan untuk pelaku kekerasan,namun proses pelaporan yang harus diperbaiki, agar kasus-kasus kekerasan bisa lebih terdeteksi lagi.
Selain itu untuk mencegah kekerasan anak dikemudian hari orang tua juga harus memiliki ilmu pengetahuan karena ketidaktauan orang tua tentang bahayanya kekerasan terhadap dan pemilihan orang tua tentang penerapan pola asuh terhadap anak menjadi alasan mengapa kekerasan itu bisa terjadi, selain itu orang tua juga tidak boleh egois dengan harapan yang diberikan terhadap anak, jangan sampai harapan orang tua malah menghalangi kebahagian anak, orang tua harus bisa menjadi support system bagi keiinginan dan minat anak.
Harapan kedepan semoga pendidikan bisa dijalani oleh semua anak bangsa sehingga akan hadir manusia-manusia yang memilki pengetahuan dari berbagai aspek khususnya anak usia dini.
Dari bidang hukum diharapkan bisa lebih tegas, sigap dan serius dalam menangangi kekerasan terhadap anak. dan terhadap pemerintah diharapkan untuk memberikan edukasi berupa konseling kepada orang tua tentang bagaimana menerapkan pola asuh, selain itu semoga terus memberikan upaya-upaya terbaiknya dalam memberantas kekerasan terhadapa anak.
*Mahasiswa UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi
Discussion about this post