SEJATINYA kampanye menjadi ajang bagi pasangan calon untuk makin mengakrabkan diri dengan masyarakat. Mengenalkan program unggulan hingga visi-misinya ketika terpilih.
Satu bulan jelang pemilihan beragam isu-isu seksi nampak mencuat di ketiga paslon. Tentu saja berkaitan dengan issu dan polemik yang melekat dengan Pilgub Jambi. Sebut saja seperti infrastruktur, penguatan UMKM, pemberdayaan milenial, lingkungan hidup hingga masalah pengangguran dan Covid-19.
Visi misi yang baik sebenarnya harus mampu menjawab permasalahan, bukan sekedar jargon, tidak fokus dan realistis. Jambi ke depan memiliki tantangannya tersendiri, apalagi di era Pandemi dan masa jabatan yang hanya tiga tahun lebih, ini harus menjadi titik fokus dalam membuat suatu program, karena sudah dipastikan pasangan calon Gubernur tidak memiliki kantong ajaib layaknya Dora Emon.
Sampai saat ini ketiga paslon di Pilgub Jambi telah punya program unggulan. Untuk pasangan Fachrori Syafril atau FU SN telah menyusun visi misi serealistis mungkin di tengah situasi Pandemi dan masa jabatan yang tak lama.
Dimana ini tercermin ketika FU SN ingin menyelesaikan layanan dasar bagi masyarakat di bidang infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Mereka tidak ingin terjebak dengan retorika yang sejatinya tidak bisa dijalankan, karena tidak realistis.
Sesuatu yang tak realistis ketika ada Paslon yang menawarkan program dalam bentuk nilai uang, sekian ratus juta untuk desa, sekian milyar untuk kecamatan. Suatu program yang terus terang tidak terlalu mendidik dan sebuah tawaran yang pragmatis.
Dalam hal ini banyak akademisi berpendapat, kalaulah visi hanya menawarkan nominal uang maka seolah-olah pilkada hanyalah arena distribusi sumber daya yang pragmatis pada masyarakat. Jangan sampai karena para paslon ingin populis, sehingga setiap program seolah-olah harus pro rakyat dan harus menawarkan uang, suatu cara berfikir yang amat keliru dalam teori perencanaan apapun.
Pada masa pandemi ini akan menyulitkan paslon untuk menjelaskannya pada masyarakat. Kecuali intensitas para paslon lebih tinggi, tiap program dan visi-misi lebih didetailkan lagi. Misalnya untuk mencapai visi itu harus dengan misi seperti apa. Program itu harus diterjemahkan, jangan sekadar kalimat-kalimat indah yang tak bersentuhan dengan bumi.
Namun saya berkeyakinan meyakini masyarakat sudah memiliki pengetahuan dan kecerdasan alamiah. Bahwa dari pilkada ke pilkada, masyarakat sudah memahami mana yang benar-benar nyata atau hanya berbentuk janji semata. Kecerdasan alamiah itu kemudian juga mesti disadari oleh para paslon dan tim suksesnya. Sebab kalau tidak, mereka akan terkejut ketika melihat hasil pilkada nanti. Wallahu alam bishawab.
*Penulis adalah seorang Direktur Media Center FU-SN
Discussion about this post