PILARJAMBI.COM — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti masih maraknya pemborosan anggaran di pemerintah daerah (pemda) meski laporan keuangan terlihat rapi di atas kertas. Ia menyebut kebocoran itu terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari rapat berulang tanpa hasil, perjalanan dinas fiktif, hingga tunjangan berlebih yang tak sesuai aturan.
“Kalau belanja pegawai aman karena memang harus dibayar. Tapi belanja birokrasi dan operasional pegawai banyak sekali pemborosan,” ujar Tito kepada awak media di kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Menurut Tito, praktik boros itu sering ditemukan pada kegiatan administratif yang sebenarnya bisa ditekan.
“Rapat-rapat yang tidak penting cukup dua kali, dibuat sepuluh kali. Perjalanan dinas yang cukup empat kali bisa dibuat dua puluh kali,” imbuhnya.
Biaya Pemeliharaan Naik Tanpa Dasar Jelas
Tito juga menyoroti lonjakan anggaran pemeliharaan dan perawatan fasilitas yang kerap tidak didasari kebutuhan nyata.
“Biaya untuk perawatan dan pemeliharaan yang sebetulnya cukup terbatas ini kemudian dinaikkan dan sebagainya. Inilah yang membuat pemborosan terjadi,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga menjalar ke banyak daerah. Karena itu, Tito meminta agar kepala daerah lebih tegas dalam mengontrol struktur belanja agar tidak menguap tanpa hasil.
Efisiensi Bisa Hemat Ratusan Miliar
Dalam kesempatan berbeda, Tito mencontohkan Kabupaten Lahat yang berhasil memangkas belanja birokrasi hingga Rp460 miliar berkat pengawasan internal yang ketat.
“Kalau akuntabilitas internalnya kuat, potensi pelanggaran bisa berkurang,” tegas Tito saat menghadiri acara di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Kamis (9/10/2025).
“Inspektorat jangan hanya memeriksa, tapi juga memberikan foresight dan insight agar program tidak boros,” tambahnya.
Tito menilai sebagian besar pemborosan muncul karena kegiatan yang lebih mementingkan formalitas dibandingkan hasil nyata di lapangan.
Kasus Pemborosan di Sumatera Barat: Rp2,2 Miliar Uang Rakyat Terbuang
Peringatan Tito bukan tanpa dasar. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya mengungkap adanya pemborosan senilai Rp2,2 miliar di Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Dalam laporan audit Juni 2025, BPK menemukan kelebihan pembayaran tunjangan anggota DPRD dan perjalanan dinas.
Kelebihan pembayaran tunjangan mencapai Rp1,92 miliar, disebabkan kesalahan perhitungan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD).
Alih-alih dikategorikan “rendah”, Pemkab menetapkan status “sedang” sehingga tunjangan pimpinan dan anggota DPRD dibayarkan lebih tinggi dari ketentuan.
Komponen tunjangan yang melebihi aturan antara lain:
- Tunjangan komunikasi intensif: Rp1,57 miliar
- Tunjangan reses: Rp264 juta
- Belanja penunjang operasional: Rp91 juta
Selain itu, ditemukan kelebihan pembayaran Rp210 juta dari perjalanan dinas yang tidak sesuai fakta lapangan — beberapa pelaksana tidak menginap di hotel namun tetap mengklaim biaya penuh.
BPK juga menemukan tanda tangan dan faktur penginapan yang tidak valid, memperkuat dugaan bahwa perjalanan dinas tersebut fiktif.
Lemahnya Pengawasan Jadi Akar Masalah
Menurut laporan BPK, akar persoalan ada pada lemahnya fungsi pengawasan internal.
Sekretaris Daerah sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dinilai lalai mengendalikan proses perhitungan KKD, sementara BPKPAD dan Kepala Bidang Anggaran kurang cermat melakukan verifikasi data.
Akibatnya, uang publik menguap tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
DPRD Akui Temuan dan Siap Kembalikan Dana
Sekretaris DPRD Pesisir Selatan, Ikhsan Busra, mengakui pihaknya sudah menindaklanjuti temuan BPK dengan meminta anggota DPRD mengembalikan kelebihan pembayaran ke kas daerah.
“Kami sudah menyurati seluruh anggota DPRD untuk segera melakukan pengembalian,” ujar Ikhsan.
“Namun, sampai saat ini belum semua anggota mampu mengembalikan karena alasan finansial,” tukasnya. **
Discussion about this post