PILARJAMBI.COM | JAKARTA– Sebagai upaya menjaga ketahanan digital dan mempercepat transformasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, Pengelolaan pusat data menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pengadaan Pusat Data Nasional.
Koordinator Infrastruktur dan Teknologi Interoperabilitas Pemerintahan Kemkominfo, Ade Frihadi menyampaikan bahwa butuh kompetensi dan kapasitas tinggi dalam mengelola data center.
Kenyataannya saat ini, menurut Ade, ASN yang ada belum banyak yang memiliki kemampuan IT.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO), Hendra Suryakusuma menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan dan pengelolaan data center.
Hampir 73 persen downtime operasional data center disebabkan oleh personal yang tidak mumpuni.
“Kami di Industri pun merasa kekurangan SDM yang mumpuni. Oleh karenanya kami bekerjasama dengan Universitas Indonesia pada fakultas teknik elektronya untuk bisa memiliki kurikulum khusus data center,” ungkap Hendra dalam keterangan resminya.
Oleh karenanya Hendra berpendapat, Kominfo hanya fokus pada pembangunan infrastruktur yang sebenarnya merupakan ranah pelaku usaha di industri.
“Kemenkominfo sebagai regulator seharusnya mendukung penyelenggara data center nasional dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri nasional, dan tidak menjadi pesaing pelaku industri yang sudah berinvestasi,” ungkap Hendra.
Lebih lanjut disampaikan Hendra, pembangunan Pusat Data Nasional tidak menjadi solusi permasalahan industri data center nasional.
Justru yang dibutuhkan adalah talenta digital Indonesia untuk mengoperasikan dan mengembangkan layanan data center dan komputasi awan.
Disampaikan Hendra saat ini, pihaknya sudah bekerja sama dengan lembaga sertifikasi SNI pusat data dengan menerjunkan lima orang engineer untuk merumuskan standar nasionalnya, baik standar untuk spesifikasi teknis, standar operasional data center dan standar audit.
Dalam kesempatan yang sama, Ardi Sutedja, Chairman Indoseisa Cyber Security Forum (ICSF) berpendapat bahwa pengadaan SDM untuk pengelolaan data center tidaklah murah.
Berkaca dari pengalaman Pusat Komando Siber Nasional Amerika Serikat, butuh waktu lima tahun untuk membangun SDM yang mumpuni padahal anggaran yang disediakan berlimpah dan infrastrukturnya lengkap tersedia.
“Jadi dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini tidak sesederhana bahwa ini ada aggarannya. Tapi siapa yang menjalankan, SDM-nya mana. Peningkatan kemampuan SDM ini penting terlebih untuk mencegah kebocoran data?” tegas Ardi.
Selain itu, menurutnya, dalam pengadaan Pusat Data Nasional ini sebaiknya semua stakeholder baik pemerintah maupun industri melakukan kolaborasi.
“Jika Pemerintah membangun sendiri data center, dalam beberapa tahun teknologinya sudah dipastikan akan tertinggal dari data center pelaku usaha,” beber dia.
Pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan dengan matang kondisi di industri berisiko menjadi beban bagi Pemerintah, apa lagi dengan pendanaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri.
Selain itu, Hendra sangat menyayangkan bahwa selama ini Pemerintah belum melibatkan industri data center nasional dalam perencanaan pemenuhan kebutuhan Pusat Data Nasional.
“Sejauh ini belum ada diskusi mengenai kebutuhan berapa besar kapasitas Pusat Data Nasional. Jika kita dilibatkan, kita bisa siapkan kapasitasnya, sehingga Pemerintah tidak perlu membangun lagi” tutup Hendra.
Sumber: Suara
Discussion about this post