PILARJAMBI.COM | JAKARTA – Keributan soal pinjol illegal ini membuat MUI, lewat Forum Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan menyatakan Layanan pinjaman, baik offline maupun online, yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan. Pernyatan ini disampaikan oleh Asrorun Niam Soleh, Ketua MUI, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11).
Selain itu ada sejumlah keputusan lainnya terkait dengan pinjol yang dikeluarkan oleh Forum Ijtima Ulama
- Bagi pihak peminjam yang sengaja menunda pembayaran utang, namun sebetulnya mampu membayar hukumnya haram.
- Pemberian ancaman fisik atau membuka rahasia atau aib seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram.
- Memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan atau mustahab.
Terkait dengan fatwa dari MUI tersebut, Anto Prabowo, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, mengartikan jika semangat MUI terkait cap riba dan haram ditujukan pada praktik pinjol ilegal yang selama ini meresahkan masyarakat karena mematok bunga yang tinggi dan menggunakan penagih utang (debt collector) dengan cara mengintimidasi.
Anto juga menjelaskan jika selain layanan pemberian pinjaman secara konvensional akan tetapi ada juga layanan pemberian pinjaman secara syariah. Hal ini dimungkinkan karena sistem keuangan Indonesia masih menganut dual system.
Praktik pinjol dalam kacamata hukum Islam adalah praktik mu’amalah yang mengatur masalah hak – hak kebendaan termasuk transaksi manusia atas kebendaan seperti jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan lain sebagainya.
Berbeda dengan pinjol konvensional, pinjol syariah menitikberatkan pada ketaatan terhadap syariah yaitu terhindar dari riba, gharar (ketidakjelasan akad), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), tadlis (tidak transparan), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak), dan haram. Dengan menitikberatkan pada ketaatan terhadap prinsip – prinsip syariah, pinjol syariah akan berbeda dalam hal ketiadaan bunga atau riba, akad, mekanisme penagihan hingga penyelesaian sengketa.
Dasar hukum dari layanan pinjol syariah ini ada dua. Selain harus taat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan pinjol syariah juga wajib mengacu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Karena berbasis syariah, maka akad digunakan oleh para pihak selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan syariah, antara lain:
Akad ijarah, Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
Akad mudharabah, Akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Akad musyarakah, Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal usaha dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
Akad wakalah bi al ujrah, Akad pelimpahan kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang boleh diwakilkan disertai dengan imbalan berupa ujrah (fee).
Akad qardh, Akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
Sumber: ngertihukum.id
Discussion about this post