PILARJAMBI.COM | JAMBI – Provinsi Jambi termasuk salah satu daerah di Sumatera yang memiliki potensi usaha minyak dan gas (migas) yang sangat besar. Daerah tersebut memiliki perusahan migas berskala internasional, yakni PetroChina. Kemudian ada lagi perusahaan – perusahaan migas lain, termasuk Pertamina. Potensi pendapatan dari usaha migas tersebut juga cukup tinggi, yakni mencapai Rp 5 triliun/tahun.
Bila hasil migas itu diberikan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi 10 % saja sesuai aturan pembagian dana bagi hasil (DBH) migas, minimal Pemprov Jambi sudah mendapatkan penghasilan minimal Rp 400 miliar. Namun hingga kini belum ada kejelasan perolehan DBH migas di Jambi.
Kurangnya transparansi DBH migas tersebut mendapat sorotan DPRD Provinsi Jambi. Beberapa orang anggota DPRD Provinsi Jambi meminta pihak Pemprov Jambi dan Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas di Jambi lebih transparan mengenai DBH migas tersebut.
Anggota DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi PKS, Moch Rendra Ramadhan Usman, BComm gedung DPRD Provinsi Jambi, Rabu (26/7/2023) mengatakan, kurangnya transparansi mengenai DBH migas tersbeut membuat adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait masalah DBH di Jambi.
“Transparansi mengenai jumlah (volume) hasil eksploitasi dan DBH migas di Jambi masih kurang. Berapa ekspor migas Jambi tidak ada kejelasan. Kemudian pemberian Partisipasi Interest (PI) sekitar 10 % kepada pemerintah daerah (Badan Usaha Milik Daerah/BUMD) di Jambi belum jelas. Baik dari PetroChina dan perusahan migas lainnya,”katanya.
M Rendra Ramadhan, pihaknya hingga kini bahkan mendapat informasi mengenai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mewajibkan adanya perusahaan daerah (BUMD) untuk mendapatkan hak pengelolaan migas atau PI 10 %. DPRD Provinsi Jambi mengharapkan BUMD Jambi segera difungsikan guna mendapatkan PI 10 % migas.
“Jadi BUMD dimaksud bukan PT Jambi Indoguna Internasional (JII) seperti disebut-sebut saat ini. Masalahnya track record (kinerja) PT JII selama ini kurang baik. Bahkan PT JII masih mendapatkan subsidi dari Pemprov Jambi. Kalau bisa BUMD yang mendapatkan hak PI 10 % migas harus diisi orang – orang profesional. Rekrutmen pimpinan BUMD tersebut harus dilakukan terbuka dan ketat,”katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi, Dr Faizal Riza, ST, MM menilai, Pemprov Jambi terkesan lamban menambah potensi pendapatan PI 10 % dari SKK migas wilayah Jabung, Kabupaten Tanjungjabung Timur dan Tanjungjabung Barat. Hal tersebut juga terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI.
Dijelaskan, PI 10 % dari usaha BUMD di sektor migas memang belum dihitung menjadi pendapatan dan menghasilkan. Hal tersebut karena usaha BUMD di sektor migas belum dimaksimalkan Pemprov Jambi sejak 2018. Tetapi semestinya pendapatan BUMD dari sektor migas tersebut sudah masuk tahun 2023.
“Pemprov Jambi lambat memperjuangkan pendapatan PI 10 % dari usaha mugas ini. Semestinya PI sudah memberikan hasil. Karena itulah muncul LHP BPK RI. Seharusnya Pemprov Jambi sudah mendapatkan hasil PI 10 %. Namun pendapatan itu belum terealisasi,”katanya.
Faizal Riza mengatakan, PI itu merupakan saham yang diberikan kepada pemerintah daerah (Pemda) sebesar 10 % dari pelaksanaan kontrak kerja migas di enam daerah produksi. Seharusnya pendapatan Jambi dari PI 10 % usaha migas cukup besar. Jika hasil migas di Jambi mencapai Rp 5 triliun, maka jika diberikan ke daerah 10 %, Jambi sudah mendapatkan hasil Rp 400 miliar. ***
Discussion about this post